KAWIN TANGKAP DI PULAU SUMBA NTT, BPN PERUADI DESAK GUBENUR NTT TERBITKAN PERDA

KAWIN TANGKAP DI PULAU SUMBA NTT, BPN PERUADI DESAK GUBENUR NTT TERBITKAN PERDA

SUMBER FOTO : http://www.change.org

Polemik Viralnya Video Bawa Lari Perempuan di Sumba NTT Berujung Petisi Mendesak Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat Terbitkan Perda

Badan Pengurus Nasional Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia menggagas petisi meminta kepada Viktor Laiskodat untuk menerbitkan Peraturan Daerah larangan praktik kawin tangkap di 4 kabupaten di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur.

Munculnya petisi ini setelah, sebuah video perempuan menangis serta berteriak saat diangkat sekelompok pria viral di media sosial. Kejadian dalam rekaman itu diduga merupakan praktik kawin tangkap.

Menurut Darwita Purba dari PERUATI, praktik kawin tangkap menyebabkan penderitaan, ketakutan, rasa tidak aman dan trauma yang mendalam bagi perempuan.

SUMBER FOTO : http://www.change.org

“Praktik kawin tangkap adalah sebuah tindakan kekerasan terhadap perempuan karena tubuh perempuan dikontrol dan dijadikan objek seksual laki-laki dan hal ini jelas melanggar Hak Asasi Perempuan seperti tercantum dalam CEDAW (The Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) yang telah diratifikasi melalui UU RI No.7 tahun 1984,”

Didalalam UU RI No.7 tahun 1984 membahas tentang PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP WANITA (CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINST WOMEN).

BACA JUGA :

13.000TANDA TANGAN PETISI LARANG KAWIN TANGKAP DI PULAU SUMBA NTT!

Petisi melarang kawin tangkap di sumba ini digagas di website organisasi yaitu http://www.change.org. Hingga berita ini diterbitkan, terdapat 13.603 orang yang menandatangani dari targer lima belas ribu. bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap wanita harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di dalam sidangnya pada tanggal 18 Desember 1979, telah menyetujui Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women);

Darwita juga menyebutkan beberapa kasus kawin tangkap yang pernah terjadi di tahun 2017, 2019 dan 2020. Bahkan salah satunya sampai menyekap seorang perempuan selama 6 hari di rumah keluarga laki-laki.

Pada Januari 2017, seorang perempuan dari Sumba Tengah (28 tahun) ditangkap dan dipaksa untuk menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya. Pada saat itu ia sempat berteriak menolak, meronta-ronta, menangis, saking putus asanya, ia menampar dan menggigit tangan si laki-laki.

Tapi, ia tetap dibawa dan ditahan selama 6 hari di rumah keluarga laki-laki. Setelah pihak keluarga perempuan bernegosiasi panjang, pada hari ke 7 barulah ia bisa bebas. Peristiwa ini tentu meninggalkan bekas trauma mendalam bagi perempuan.

Pada Desember 2019, seorang perempuan di Anakalang, Sumba Tengah, juga mengalami peristiwa yang sama. Ia diculik 7 laki-laki, dimasukkan ke mobil pick up dengan paksa. Ia sempat meronta namun tidak ada yang menolong. Sempat ditahan si laki-laki, pihak keluarga perempuan akhirnya berhasil menjemput korban dan ia tidak jadi dinikahi.

Yang terbaru, Juni 2020, terdengar lagi praktik kawin tangkap di Anakalang, Sumba Tengah. Seorang perempuan (21 tahun) ditangkap di rumah tetangganya. Korban juga berteriak dan meronta namun tidak dihiraukan. Walaupun pada akhirnya terdengar kabar bahwa keluarga korban melanjutkan percakapan adat dengan pelaku kawin tangkap, tetap saja praktik pemaksaan pernikahan seperti ini membuat perempuan dalam posisi yang tidak berdaya dan tidak berhak atas keputusannya sendiri.

Sayangnya, praktik ini masih dianggap wajar di Sumba dengan dalih bagian dari tradisi yang dinamakan Kawin Tangkap. Padahal, jika dilihat faktanya beberapa praktik Kawin Tangkap di Sumba menyebabkan penderitaan, ketakutan, rasa tidak aman dan trauma yang mendalam bagi perempuan.

BACA JUGA : 

TARIAN WOLEKA SUMBA BARAT DI SALATIGA JAWA TENGAH

Ketua DPRD Nusa Tenggara Timur, Emilia Nomleni sudah pernah meminta, praktik ‘kawin tangkap’ di Pulau Sumba harus dihentikan, tapi praktik ini masih terus berjalan. Korban-korban kawin tangkap tidak berdaya sebab tidak ada payung hukum yang melindunginya. Pelaku pun tidak dapat diproses secara hukum dan dapat bebas begitu saja. Karena itu diperlukan adanya peraturan yang melarang praktik kawin tangkap agar korban mendapatkan perlindungan dan pelaku dihukum sehingga menimbulkan efek jera.

Oleh sebab itu, Badan Pengurus Nasional Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia mendorong Gubernur Nusa Tenggara, Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat, S.H., M.Kn. Agar mengeluarkan Perda Larangan Praktik Kawin Tangkap di 4 Kabupaten di Pulau Sumba sehingga jika ada yang masih melakukannya dapat diproses secara hukum.

 TONTON VIDEO :



ARTIKEL TERKAIT

#sumba #bawalariperempuan #kawintangkap #sumbantt


LihatTutupKomentar