Belis Nona Sumba Tengah, Tradisi Adat Sumba NTT
BELIS
Sumber: https://youtu.be/uLUAOsOxpfg |
Belis atau Mahar Atau Mas Kawin sangat lekat dengan masyarakat di Nusa Tenggara Timur, khususnya masyarakat di wilayah pulau Sumba NTT.
Di Indonesia sebenarnya masing-masing daerah mempunyai ciri khas, istilah, bentuk, serta warna sendiri-sendiri. tradisi belis juga berbeda-beda sarana utamanya. Khususnya masyarakat Sumba dan beberapa masyarakat lain menggunakan hewan kuda, kerbau, sapi dan babi.
Pada umumnya, tradisi belis adalah bentuk pemberian atau pertukaran timbal-balik walaupun dalam praktiknya bentuk/sarana pemberian tersebut cenderung dilihat hanya dari pemberian pihak calon pengantin laki laki. Belis dalam masyarakat Sumba merupakan salah satu tradisi yang mempunyai hubungan erat dengan tradisi-tradisi lain yang terkait dengan penyelenggaraan dan pengelolaan kehidupan manusia, serta kondisi lingkungan alam setempat.
Banyak tradisi di Sumba mengacu pada tradisi lisan yang menyatakan bahwa nenek moyang orang Sumba. Sebagai salah satu rangkaian dari upacara perkawinan, tradisi belis menjadi langkah awal dalam menentukan posisi dalam relasi selanjutnya ketika yang terlibat didalamnya belum jelas posisinya apakah sebagai pengambil atau pemberi perempuan (anak Om/Loka). Adapun yang sudah jelas posisinya, tradisi belis merupakan langkah mempertegas kembali posisi masing-masing.
Di Sumba akan menjadi jelas mana pihak pengambil perempuan dan mana pihak pemberi perempuan. Kejelasan hubungan ini akan menentukan hak dan kewajiban masing-masing dalam tradisi-tradisi yang lain atau dalam pengelolaan kehidupan bersama selanjutnya. Apabila dilihat secara sepintas atau dengan kacamata ‘orang luar’, tradisi belis merupakan acara pemberian atau penyerahan hewan (biasanya kerbau dan kuda) dari pihak calon pengantin laki-laki kepada pihak calon pengantin perempuan. Namun, apabila dilihat lebih dalam lagi, pihak calon pengantin laki-lagi juga menyerahkan hiasan seperti nibbu atau tombak dan Mamuli. Nibbu adalah hiasan yang merupakan simbol alat kelamin laki-laki, sedangkan Mamuli adalah hiasan yang merupakan simbol rahim atau alat kelamin perempuan, terbuat dari emas, perak, atau tembaga.
Selain itu, pihak calon pengantin perempuan
juga memberikan sejumlah kain tenun dengan jenis dan motif tertentu. Ketika
telah terjadi kesepakatan, dilanjutkan dengan penyembelihan babi atau kerbau
dan sapi tertentu yang separuh dagingnya untuk jamuan makan bersama dan separuh
yang lain untuk dibawa pulang oleh pihak calon pengantin laki-laki.
Ada tiga proses tahapan dalam tradisi belis atau
ambil perempuan yaitu perkenalan dari keluarga calon pengantin laki-laki,
masuk-minta, dan pergi-ambil atau dadang nulang lunung tapu.
sumber: https://youtu.be/uLUAOsOxpfg |
Dalam tradisi ini dilakukan negosiasi antara pihak calon pengantin perempuan dan calon pengantin laki-laki melalui utusan atau wunang (pengacara adat) masing-masing. Negosiasi sering kali berjalan rumit dalam mencapai kesepakatan berapa jumlah dan jenis hewan yang harus diberikan oleh pihak calon pengantin laki-laki dan berapa jumlah dan jenis/motif kain dan babi yang harus diberikan oleh pihak calon pengantin perempuan.
Ketika telah terjadi kesepakatan adat, pihak tuan rumah pasti akan memotong babi sebagai tanda kesepakatan yang ‘dimateraikan’ dengan darah babi dan dagingnya untuk jamuan para tamunya.
Jumlah hewan yang diminta oleh pihak calon pengantin perempuan biasanya menyesuaikan strata sosialnya, bisa 30 ekor, 50 ekor, atau bahkan ada juga yang mencapai ratusan ekor. Untuk saat ini jumlah hewan yang diminta juga menyesuaikan status pendidikan atau jabatan calon pengantin perempuan.
Apabila belum terjadi kesepakatan antara para wunang, para tamu tidak diberi jamuan (makanan) apa-apa. Hewan lain yang digunakan untuk adat di Sumba ialah kerbau dan kuda oleh pihak calon pengantin laki-laki serta babi oleh pihak calon pengantin perempuan. Namun, dalam perkembangannya saat ini, sapi juga terkadang digunakan untuk adat. Sapi masih jarang digunakan sebagai hewan adat karena sapi dianggap hewan yang relatif ‘baru’ dalam konteks Sumba.
Tradisi belis sebenarnya merupakan simbol penghargaan yang relatif tinggi terhadap perempuan. Karena itu, kurang dikenal istilah perceraian di Sumba. Selain itu, perempuan hanya bisa diberi belis satu kali selama hidupnya. Ketika masyarakat Sumba hanya mengenal belis satu kali pada seorang perempuan.
Orang di luar Sumba mungkin melihat tradisi belis dan kaitannya dengan tradisi tradisi yang lain maupun prasyarat-prasyarat yang melingkupinya sangat rumit. Namun, apabila dilihat dari konteks Sumba dengan kondisi geografis yang relatif gersang, tradisi belis menjadi salah satu bagian yang terkait erat dengan tradisi-tradisi lain untuk menata dan mengelola kehidupan setempat. Afiliasi kedua pihak calon pengantin perempuan dan pihak calon pengantin laki-laki nantinya menjadi keluarga pemberi perempuan dan pengambil perempuan. Relasi ini akan terus berlanjut karena tidak mungkin lagi terjadi pihak pemberi perempuan akan mengambil perempuan pada pihak pengambil perempuan. Artinya, hewan sebagai properti akan terus berputar yang nantinya kembali lagi ke arah semula.
Di samping itu, berafiliasinya antar-kampung adat kedua belah pihak melalui tradisi belis juga memperkuat kerja sama dalam melakukan aktivitas-aktivitas seperti penyelenggaraan upacara adat, penggembalaan hewan, tenaga kerja, ekonomi, dan sebagainya.
Sumber Video :